Minggu pagi itu setelah beribadah di Pura aku memutuskan untuk menziarahi makam temanku di daerah Jawa, Tanggerang. Setelah menaburkan bunga segar dan air mawar aku mendoakan.Saat aku memutuskan untuk pulang mataku sempat melihat kuburan yang penuh dengan semak-semak yang sudah tidak terawat lagi.
Aku menghampiri penjaga makam yang sedang duduk menikmati kopi hangat dan kue pancong. “Permisi, kang! Mau tanya, kenapa semua makam di sini terawat dengan baik tapi kenapa makam yang satu itu tidak terawat?” tanya aku sempat heran.
Penjaga makam itu menghela nafas berat. “Neng, mau dengar kisahnya?” Lalu Aku mengangguk. “Iya” Kataku penasaran, lalu penjaga kuburan itu pun mulai bercerita.
Nama gadis itu Anisa. Biasanya di panggil Nisa usianya baru 19 tahun. Wajahnya cantik. Kulitnya putih dan rambutnya panjang hitam sepinggang. Setiap pria yang meliriknya menjadi suka. Tak ada yang menduga kecantikan yang dia miliki menjadi malapetaka untuknya.
Banyak pemuda yang jatuh hati, namun ada pula yang sakit hati karena cintanya tidak di terima oleh Nisa. Nisa hanya berasal dari keluarga yang sederhana. Orang tuanya telah lama meninggal dunia. Ia hidup bersama kedua kakaknya.
Kakaknya yang pertama laki-laki bernama Ujang, dan pekerjaannya hanyalah seorang nelayan. Sedangkan kakak yang kedua bernama Fitri ia mengalami cacat fisik kehilangan tangannya sejak lahir.
Namun kemiskinan tidak membuat Nisa putus asa. Setelah tamat SMA ia berpikir untuk membantu kakaknya yang pertama bekerja. Nisa bersyukur di terima kerja di Moon Hospital sebagai Office Girl. Walaupun penghasilannya tidak besar. Tapi setidaknya ia bisa sedikit meringankan uang yang di perolehnya kepada Fitri, yang sangat menyayanginya.
“Uangmu, sebenarnya untuk keperluanmu saja, Nisa.” Kata Fitri. Tapi Nisa selalu keras kepala jika ia ingin membantu meringankan kebutuhan dapur. Melihat adik yang tulus membantu. Kedua kakaknya selalu bersyukur. Suatu hari Ujang bertanya kepada Nisa.
“Apakah kamu tidak kepikiran untuk punya pacar?” Nisa menjawab dengan tersenyum. “Nisa belum kepikiran sampai kesana” kata Nisa dengan suaranya yang lembut.
Suatu sore Ujang, Fitri dan Nisa sedang menikmati pisang goreng dan teh manis hangat buatan Nisa. Mereka bertiga bingung dengan kedatangan Lucky dan ibunya kerumah. Kedua tamu itu berpakaian sangat rapi seperti mau menghadiri hajadtan. Tapi begitu tahu maksud kedatangan mereka. Ujang, Fitri dan Nisa terkejut. Tapi yang paling terkejut adalah Nisa.
“Niat kami kesini untuk melamar neng Nisa menjadi menantu kami.” Mendengar penuturan ibu Lucky tentu membuat Ujang dan Fitri sangat bahagia menerima lamaran itu. Tapi tidak dengan Nisa.
“Nisa belum kepikiran untuk menikah. Nisa ingin kuliah untuk mewujudkan cita-cita menjadi perawat. Karena itu Nisa bekerja dan untuk meringankan beban keluarga.” Kata Nisa menolak dengan halus.
Ucapan Nisa tentu membuat Lucky kecewa. Namun Ibu Lucky merayu Nisa supaya menerima lamaran Lucky. “Kalau neng mau kuliah mudah. Setelah menikah, ibu akan menjual sebagian tanah peninggalan almarhum ayah Lucky untuk membiayai kuliah neng Nisa.” Kata Ibu Lucky.
“Akang pun akan membantu kehidupan kedua kakakmu.” Kata Lucky tegas. Lucky sebenarnya pemuda yang cukup tampan. Sangat serasi bila bersatu dengan Nisa. Mendengar rayuan dari ibunya dan Lucky. Nisa hanya diam.
“Aku merasa kang Lucky bukan jodohku.” Hati Nisa berontak. “Semuanya kakak serahkan padamu, Nisa! Kami sebagai kakak hanya bisa mendoakan yang terbaik untuk kamu.” Kata Fitri.Nisa merespon dengan menggeleng lemah. Menunjukan kalau dia benar-benar belum ingin menikah.
Prilakunya membuat Lucky kecewa. “Ya sudah, Lucky mungkin neng Nisa belum mau menikah. Pernikahan tidak bisa di paksakan.” Kata ibu Lucky menasehati. Lucky merasa sangat malu. Ia memandang Nisa penuh dendam.
Sebenarnya Nisa mengenal Lucky. Pria itu bekerja di tempat yang sama seperti Nisa, bedanya Lucky menjadi supir ambulance di Moon Hospital sedangkan Nisa menjadi Office Girl. Sikap urakan lucky yang suka mengganggu wanita membuat Nisa tidak suka. Ia pun tidak menduga kalau Lucky tiba-tiba datang melamarnya.
Kejadian Nisa menolak Lucky ternyata membuat Lucky patah hati dan ingin memberi pembalasan terhadap Nisa. “Kalau akang tidak bisa menjadikan neng Nisa istri maka orang lain pun tidak akan bisa.”
Minggu demi minggu berlalu, kejadian penolakan itu di pikirkan biasa oleh Nisa dan kedua kakaknya. Nisa pun seperti biasa melakukan aktifitasnya sebagai Office Girl di Moon Hospital. Yang jaraknya 2 km dari tempat tinggalnya.
Tapi hingga suatu hari. Ada peristiwa yang membuat kedua kakak Nisa khawatir. “Hingga larut malam kenapa, Nisa belum juga pulang?” tanya Fitri cemas. “Ujang pergilah kamu mencari Nisa” kata Fitri lagi.
“Dimana kamu, Nisa?” pikir Ujang ketika tiba di Moon Hospital tempat Nisa bekerja. Ujang kemudian mencari tahu kerumah Bunga sahabat Nisa. “Waduh, kang sih Nisa sudah pulang dari jam 08:00 malam tadi.” Kata Bunga. “Lalu kemana perginya si Nisa?” batin Ujang dengan Khawatir.
Ternyata sampai pukul 12:00 malam Nisa tidak juga pulang. “Kang Asep, akang ada melihat Nisa? Sudah jam segini Nisa belum juga pulang.” Kata Ujang yang menghampiri Asep ke pos ronda.
“Akang juga tidak melihat si neng Nisa. Memang pergi kemana?” “Dari tadi pulang kerja belum pulang ke rumah. Saya sudah mampir ketempat kerjanya, kerumah temannya. Tapi, tidak ada.” Ujang menjelaskan.
“Nisa tidak pernah berprilaku seperti ini. Biasanya ia pulang ke rumah tepat waktu.” Kata Ujang semakin cemas. Warga setempat yang kasihan pun terus menghampiri niat untuk bantu mencari. “Aneh, semua orang sudah membantu mencari ke semua tempat, bahkan sampai ke sanak saudara pun sudah di kunjungi, bahkan rumah sahabatnya juga. Tapi Nisa juga tidak ditemukan.” Kata salah satu tetangga yang mencari Nisa.
“Lebih baik kita adukan kejadian ini ke polisi, Jang.” Kata kepala desa setempat kepada Ujang. Dengan di temani oleh beberapa warga. Ujang melaporkan kejadiaan menghilangnya adiknya ini.
“Kami dari pihak kepolisian belum bisa bertindak karena belum ada yang di curigai membawa kabur Nisa.” begitulah saat Ujang melaporkan kepihak berwajib.
Tiga hari setelah menghilangnya Nisa, desa itu mendadak menjadi heboh. Nisa telah di temukan. Tapi kondisinya sudah tidak bernafas. Menerima peristiwa ini, sulit di bayangkan hancur dan sakit hati kedua kakaknya.
“Adik yang begitu ku sayangi ternyata di temukan tewas dalam kondisi menggenaskan.” Kata Fitri di balik isak tangisnya. Badan Nisa penuh dengan luka tusukan, lehernya terjerat seutas kawat dan yang lebih ironis waktu di temukan tubuh Nisa dalam keadaan tanpa busana.
Fitri berulang kali pingsan karena tidak tega melihat kematian adiknya yang tradis itu. “Siapa manusia laknat yang membunuh Nisa dengan cara biadab ini?” Kata Ujang tak tahan membendung air matanya Ujang yakin Nisa di perkosa sebelum di bunuh.
Mayat Nisa di temukan oleh seorang nelayan, yang saat itu mau mengikat perahunya, ia terkejut melihat sesosok mayat dalam posisi tengkurab mengambang di laut, sedangkan tangannya dan kakinya terikat seutas tali. “jelas, Saudara Nisa korban pemerkosaan dan pembunuhan sadis” kata salah satu polisi.Berita tentang kematiaan Nisa menyebar.
“Bayangkan seorang perawan desa meninggal dalam keadaan tragis.” Kata pembawa acara berita yang ada di televisi. Kejadian tradis itu menjadi pembicaraan warga. Saat sanak family sedang tekun zikir di dalam tahlilan, sembunyi-sembunyi Ujang pergi meninggalkan rumah menjumpai seseorang di dekat laut. Orang itu memang hidup sendiri, jauh dari perkampungan, karena ia sudah lama di usir.
Orang tersebut menguasai dunia ilmu hitam, dan semua orang membencinya. Saat berdiri di muka pintu, Ujang memberi salam. Dari dalam keluar nenek tua berbadan kurus yang di ketahui dengan sebutan nenek Siti.
“Masuklah!” kata nenek Siti mempersilahkan Ujang masuk. “Aku mengerti kamu telah di tinggalkan adik tercintamu. Kamu pasti penasaran siapa yang telah melakukan perbuatan biadab itu, dan ingin menuntut balas, bukan?” terka nenek Siti, seakan-akan nenek Siti dapat mengetahui maksud kedatangan Ujang.
Ujang terhentak ketika mengetahui kekuatan nek Siti. Betul kata orang kampung nek Siti bukanlah orang biasa. “Iya, nek, saya mau orang-orang laknat itu mati dengan tragis, seperti mereka menghabisi nyawa adik ku.”
Nek Siti menghela nafas berat. Sambil membuang nafasnya perlahan – lahan, nek Siti kembali membuka matanya.
“Nenek melihat adikmu di perkosa dan di bunuh oleh empat orang pemuda. Satu di antaranya pria tampan, dan tiga orang lagi sepertinya orang suruhan, tapi dalang dari semua ini ialah pria tampan itu.” Ucapnya dengan sorot mata merah melotot memandang Ujang.
Seluruh badan Ujang gemetar. Ia coba membayangkan dalam dirinya bagaimana penderitaan Nisa adik tersayangnya mencoba melawan biadab-biadab itu. Tanpa di rasakannya air matanya jatuh menetes. “Apa rencana mu? Mau di bunuh saja para pemerkosa dan pembunuh adikmu itu?” Tanya nek Siti sambil tertawa.
Buatnya, menghabisi nyawa orang seolah-olah kegiatan yang sangat menggembirakan. Ujang mengiyakan penuh amarah dan dendam. Untuknya tidak ada hal lain selain menuntut balas akan kematiaan Nisa adiknya. “Saya mau mereka semua mati, nek” cetusnya penuh dendam.
Malam itu tepatnya malam jumat kliwon, setelah terjadi perjanjian rahasia antara Ujang dengan nenek Siti. Mereka berdua pergi meninggalkan gubuk nenek Siti di tengah pesisir pantai itu. Keduanya melangkah menjelajahi kegelapan malam.
Lokasi yang di tuju adalah tempat tanah pemakaman umum. Bulan yang cantik mengumpat di balik awan. Langit terlihat gelap tanpa di temani bintang. Dan, malam yang sunyi itu, tidak ada satu pun orang yang mengetahui apa yang akan di kerjakan nenek Siti dan Ujang di tempat yang terkesan angker itu.
Lolongan serigala di kejauhan yang sepertinya memberi sambutan selamat datang untuk mereka di tempat pemakaman umum itu. Gundukan tanah di mana Nisa di makamkan masih terlihat merah dan basah.
Nisan yang mengukir namanya masih tampak jelas. Bunga segar yang menyelimuti tanah merah itu masih mengeluarkan aroma yang wangi. Tubuh Ujang terasa gemetar. Ia bersujud di depan pusara Nisa seakan tak bisa membendung tangisannya ia menangis sejadi-jadinya.
“Hentikan tangisan mu dulu, Ujang! Kita masih ada kegiatan yang perlu di lakukan!” ucap nenek Siti. Matanya yang melotot dingin melihat nisan Nisa yang diam. Di dalam kegelapan malam nenek Siti memandang Ujang.
“Kamu kesinikan tangan kirimu, buruan Ujang!” tuturnya. “Untuk apa, nek saya harus memberikan tangan kiri saya?” pikir Ujang bingung. Maka saat itu “Crassss..” Nenek Siti menggigit jempol Ujang dengan giginya. Ujang terkejut sesaat. Dan darah kental menetes dari jempolnya yang luka.
“Apa yang nenek lakukan?” Nenek Siti menekan jempol Ujang supaya darah kental itu mengalir dan menetes menyirami makam Nisa. “Aduh. sakit, nek.” Kata Ujang meringis dan menahan sakit. “Rasa sakit yang kamu rasakan sama sekali tidak sebanding yang adikmu alami dan rasakan. Paham” gertak nenek Siti.
Ujang tidak menyadari ayat yasin sedang bergema di rumahnya melantunkan doa untuk Nisa yang sudah berada di surga tapi di malam jumat kliwon ini ia dan seorang nenek yang menganut aliran sesat sedang melakukan ritual untuk menuntut balas.
“Hanya karena ingin menuntut balas aku mau melakukan jalan sesat ini.” Sambil terus menekan jempol Ujang, nenek Siti membaca mantra. Lalu keanehan terjadi dan membuat Ujang takut serta bingung. “Mengapa, nek tetesan darah yang menetes ke kubur adikku mengeluarkan asap?” Nenek Siti tertawa. Suara tawanya terdengar begitu sangat menyeramkan.
“Ayo, mari pulang! Biarkan adikmu sendiri yang menuntaskan dendamnya pada pembunuh dan pemerkosanya yang laknat itu.” Ucapnya sesaat, menarik tangan Ujang yang masih terdiam di depan nisan Nisa.
Angin bertiup sangat kencang menggoyangkan pohon. Dedaunan pun terlihat berguguran. Petir bergema rintik demi rintik hujan mulai turun dan dalam waktu dingkat sudah membasahi bumi dan makam Nisa. Kekuatan gaib sudah menguasai makam Nisa. Ujang masih terpana di depan makam. Padahal ia sadar angin semakin kencang dan hujan semakin deras membasahi tubuhnya dan nenek Siti.
Matanya nanar menatap gundukan tanah merah kuburan yang mulai basah. Kuburan beranjak turun naik seakan ada yang mendorong dari dalam. “Lekas, Ujang! Jangan kamu tengok lagi makam adikmu. Biarkan Nisa yang menuntut balas akan kematiannya itu.” Kata nenek Siti.
Dan suara serigala terdengar melolong lagi. Menambah suasana mistis di malam keramat itu. Nenek Siti menarik paksa lengan Ujang. Tapi Ujang tetap nekat bertahan. “Lekas Ujang! Kita musti kabur! Rohnya sangat ganas dan tidak mungkin di hentikan!”
“Apa yang nenek lakukan terhadap Nisa?” kata Ujang bingung. Nenek Siti kelihatan marah. “Sudah aku bilang, Nisalah yang akan menyelesaikan dendamnya. Kalau kita tidak segera kabur kita akan menjadi korbannya juga”
Dan mereka pun pulang, setelah beberapa hari kini kisah misteri balas dendam pun dimulai. Saat itu Lucky habis mengantarkan mayat korban kecelakaan ke rumah duka di daerah jakarta selatan.
Karena merasa lelah iya sengaja memarkirkan Ambulancenya di pinggir jalan yang agak sepi. Dan hanya dalam waktu sebentar ia sudah tertidur lelap. Baru setengah jam tertidur ia terbangun tubuhnya penuh keringat. Ia mengalami mimpi buruk tubuhnya yang kaku seperti mayat di kerubungi banyak lalat dan belatung.
“Pertanda apa ini?” Matanya melihat jam di tangannya tepat pada jam 12:00 malam. Ia beranjak turun berharap warung kopi di seberangnya masih buka. Udara malam terasa sangat dingin dan membuat Lucky semakin ngantuk.
Tiba-tiba. Angin bertiup semakin kencang dan Lucky kedinginan. “Sial, tutup lagi.” Pekiknya kesal. “Hah” katanya. Lucky terkejut melihat pintu belakang ambulance dalam keadaan terbuka. Ia bergegas mau menutupnya. Tapi suara wanita yang lembut membatalkan niatnya. “Sendirian aja, bang?”
Lucky menoleh ke belakang dan melihat sosok penampakan yang mengerikan dan amat menyeramkan. Balutan kain kafan menutupi tubuh penampakan itu. Rambutnya panjang sepinggang dan seluruh tubuhnya di kumuri darah dan nanah yang berbau busuk. Penampakan itu menghampirinya.
“Ja.. ja.. jangan …!” Lucky berteriak ketakutan. Ia menjauh tapi tangan yang berkuku panjang itu dengan cepat menangkapnya dan membawanya ke hadapannya. Tangan-tangan itu menusuk jantung Lucky seakan-akan ia tahu itulah pusat yang membuat Lucky hidup. Lucky tewas tanpa mengeluarkan suara.
Sejak peristiwa itu, roh Nisa terus bergentayangan menemani kesunyian malam setelah seratus hari kematiannya. Ia menemui orang-orang yang sayang kepadanya. Saat menemui Adik dan kakaknya mereka langsung tidak sadarkan diri.
Penampakannya sangat menyeramkan. Wajahnya yang cantik dan selalu ceria kini pucat dan tatapan matanya yang dulu berbinar kini tampak sendu. Tubuhnya pun masih berbalut kain kafan putih yang penuh lumpur.
Warga di sana sangat ketakutan. Setiap malam jumat mayat yang di hidupkan untuk membalas dendam itu menemui keluarga dan sahabatnya. Menurut penglihatan beberapa warga yang secara tidak sengaja melihatnya.
Roh perawan itu selalu menangis sambil terbang keliling kampung. Ada juga para nelayan yang mendengar rintihan dan lolongan minta tolong saat mereka mau mengikat perahunya di tempat mayat Nisa di temukan. Tapi tak ada satu pun yang berani menolong mereka hanya mampu mendengar setelah itu lari terbirit-birit.
Sekalipun Nisa sudah menuntut balas tapi mayatnya masih tetap berkeliaran di malam yang sunyi. Ia seolah-olah masih belum bisa menerima wafatnya yang menjemputnya tiba-tiba di saat ia masih ingin mewujudkan semua impian mulianya untuk menjadi seorang perawat.
Tapi aku merasa yang paling harus di salahkan atas keganjilan ini adalah nenek Siti yang sekarang entah ada dimana. Setelah satu tahun roh gadis cantik ini menghilang. Tapi hingga kini kejadian menggenaskan itu masih melekat di hati penjaga makam yang menceritakan kisah ini padaku.
Kejadian naas itu telah berlalu 24 tahun. Dan sekarang kuburan Nisa tidak terawat lagi. Kedua kakaknya telah lama meninggal, sementara familynya yang lain sudah pindah entah kemana.
Penjaga makam itu menghela nafas berat. “Neng, mau dengar kisahnya?” Lalu Aku mengangguk. “Iya” Kataku penasaran, lalu penjaga kuburan itu pun mulai bercerita.
Nama gadis itu Anisa. Biasanya di panggil Nisa usianya baru 19 tahun. Wajahnya cantik. Kulitnya putih dan rambutnya panjang hitam sepinggang. Setiap pria yang meliriknya menjadi suka. Tak ada yang menduga kecantikan yang dia miliki menjadi malapetaka untuknya.
Banyak pemuda yang jatuh hati, namun ada pula yang sakit hati karena cintanya tidak di terima oleh Nisa. Nisa hanya berasal dari keluarga yang sederhana. Orang tuanya telah lama meninggal dunia. Ia hidup bersama kedua kakaknya.
Kakaknya yang pertama laki-laki bernama Ujang, dan pekerjaannya hanyalah seorang nelayan. Sedangkan kakak yang kedua bernama Fitri ia mengalami cacat fisik kehilangan tangannya sejak lahir.
Namun kemiskinan tidak membuat Nisa putus asa. Setelah tamat SMA ia berpikir untuk membantu kakaknya yang pertama bekerja. Nisa bersyukur di terima kerja di Moon Hospital sebagai Office Girl. Walaupun penghasilannya tidak besar. Tapi setidaknya ia bisa sedikit meringankan uang yang di perolehnya kepada Fitri, yang sangat menyayanginya.
“Uangmu, sebenarnya untuk keperluanmu saja, Nisa.” Kata Fitri. Tapi Nisa selalu keras kepala jika ia ingin membantu meringankan kebutuhan dapur. Melihat adik yang tulus membantu. Kedua kakaknya selalu bersyukur. Suatu hari Ujang bertanya kepada Nisa.
“Apakah kamu tidak kepikiran untuk punya pacar?” Nisa menjawab dengan tersenyum. “Nisa belum kepikiran sampai kesana” kata Nisa dengan suaranya yang lembut.
Suatu sore Ujang, Fitri dan Nisa sedang menikmati pisang goreng dan teh manis hangat buatan Nisa. Mereka bertiga bingung dengan kedatangan Lucky dan ibunya kerumah. Kedua tamu itu berpakaian sangat rapi seperti mau menghadiri hajadtan. Tapi begitu tahu maksud kedatangan mereka. Ujang, Fitri dan Nisa terkejut. Tapi yang paling terkejut adalah Nisa.
“Niat kami kesini untuk melamar neng Nisa menjadi menantu kami.” Mendengar penuturan ibu Lucky tentu membuat Ujang dan Fitri sangat bahagia menerima lamaran itu. Tapi tidak dengan Nisa.
“Nisa belum kepikiran untuk menikah. Nisa ingin kuliah untuk mewujudkan cita-cita menjadi perawat. Karena itu Nisa bekerja dan untuk meringankan beban keluarga.” Kata Nisa menolak dengan halus.
Ucapan Nisa tentu membuat Lucky kecewa. Namun Ibu Lucky merayu Nisa supaya menerima lamaran Lucky. “Kalau neng mau kuliah mudah. Setelah menikah, ibu akan menjual sebagian tanah peninggalan almarhum ayah Lucky untuk membiayai kuliah neng Nisa.” Kata Ibu Lucky.
“Akang pun akan membantu kehidupan kedua kakakmu.” Kata Lucky tegas. Lucky sebenarnya pemuda yang cukup tampan. Sangat serasi bila bersatu dengan Nisa. Mendengar rayuan dari ibunya dan Lucky. Nisa hanya diam.
“Aku merasa kang Lucky bukan jodohku.” Hati Nisa berontak. “Semuanya kakak serahkan padamu, Nisa! Kami sebagai kakak hanya bisa mendoakan yang terbaik untuk kamu.” Kata Fitri.Nisa merespon dengan menggeleng lemah. Menunjukan kalau dia benar-benar belum ingin menikah.
Prilakunya membuat Lucky kecewa. “Ya sudah, Lucky mungkin neng Nisa belum mau menikah. Pernikahan tidak bisa di paksakan.” Kata ibu Lucky menasehati. Lucky merasa sangat malu. Ia memandang Nisa penuh dendam.
Sebenarnya Nisa mengenal Lucky. Pria itu bekerja di tempat yang sama seperti Nisa, bedanya Lucky menjadi supir ambulance di Moon Hospital sedangkan Nisa menjadi Office Girl. Sikap urakan lucky yang suka mengganggu wanita membuat Nisa tidak suka. Ia pun tidak menduga kalau Lucky tiba-tiba datang melamarnya.
Kejadian Nisa menolak Lucky ternyata membuat Lucky patah hati dan ingin memberi pembalasan terhadap Nisa. “Kalau akang tidak bisa menjadikan neng Nisa istri maka orang lain pun tidak akan bisa.”
Minggu demi minggu berlalu, kejadian penolakan itu di pikirkan biasa oleh Nisa dan kedua kakaknya. Nisa pun seperti biasa melakukan aktifitasnya sebagai Office Girl di Moon Hospital. Yang jaraknya 2 km dari tempat tinggalnya.
Tapi hingga suatu hari. Ada peristiwa yang membuat kedua kakak Nisa khawatir. “Hingga larut malam kenapa, Nisa belum juga pulang?” tanya Fitri cemas. “Ujang pergilah kamu mencari Nisa” kata Fitri lagi.
“Dimana kamu, Nisa?” pikir Ujang ketika tiba di Moon Hospital tempat Nisa bekerja. Ujang kemudian mencari tahu kerumah Bunga sahabat Nisa. “Waduh, kang sih Nisa sudah pulang dari jam 08:00 malam tadi.” Kata Bunga. “Lalu kemana perginya si Nisa?” batin Ujang dengan Khawatir.
Ternyata sampai pukul 12:00 malam Nisa tidak juga pulang. “Kang Asep, akang ada melihat Nisa? Sudah jam segini Nisa belum juga pulang.” Kata Ujang yang menghampiri Asep ke pos ronda.
“Akang juga tidak melihat si neng Nisa. Memang pergi kemana?” “Dari tadi pulang kerja belum pulang ke rumah. Saya sudah mampir ketempat kerjanya, kerumah temannya. Tapi, tidak ada.” Ujang menjelaskan.
“Nisa tidak pernah berprilaku seperti ini. Biasanya ia pulang ke rumah tepat waktu.” Kata Ujang semakin cemas. Warga setempat yang kasihan pun terus menghampiri niat untuk bantu mencari. “Aneh, semua orang sudah membantu mencari ke semua tempat, bahkan sampai ke sanak saudara pun sudah di kunjungi, bahkan rumah sahabatnya juga. Tapi Nisa juga tidak ditemukan.” Kata salah satu tetangga yang mencari Nisa.
“Lebih baik kita adukan kejadian ini ke polisi, Jang.” Kata kepala desa setempat kepada Ujang. Dengan di temani oleh beberapa warga. Ujang melaporkan kejadiaan menghilangnya adiknya ini.
“Kami dari pihak kepolisian belum bisa bertindak karena belum ada yang di curigai membawa kabur Nisa.” begitulah saat Ujang melaporkan kepihak berwajib.
Tiga hari setelah menghilangnya Nisa, desa itu mendadak menjadi heboh. Nisa telah di temukan. Tapi kondisinya sudah tidak bernafas. Menerima peristiwa ini, sulit di bayangkan hancur dan sakit hati kedua kakaknya.
“Adik yang begitu ku sayangi ternyata di temukan tewas dalam kondisi menggenaskan.” Kata Fitri di balik isak tangisnya. Badan Nisa penuh dengan luka tusukan, lehernya terjerat seutas kawat dan yang lebih ironis waktu di temukan tubuh Nisa dalam keadaan tanpa busana.
Fitri berulang kali pingsan karena tidak tega melihat kematian adiknya yang tradis itu. “Siapa manusia laknat yang membunuh Nisa dengan cara biadab ini?” Kata Ujang tak tahan membendung air matanya Ujang yakin Nisa di perkosa sebelum di bunuh.
Mayat Nisa di temukan oleh seorang nelayan, yang saat itu mau mengikat perahunya, ia terkejut melihat sesosok mayat dalam posisi tengkurab mengambang di laut, sedangkan tangannya dan kakinya terikat seutas tali. “jelas, Saudara Nisa korban pemerkosaan dan pembunuhan sadis” kata salah satu polisi.Berita tentang kematiaan Nisa menyebar.
“Bayangkan seorang perawan desa meninggal dalam keadaan tragis.” Kata pembawa acara berita yang ada di televisi. Kejadian tradis itu menjadi pembicaraan warga. Saat sanak family sedang tekun zikir di dalam tahlilan, sembunyi-sembunyi Ujang pergi meninggalkan rumah menjumpai seseorang di dekat laut. Orang itu memang hidup sendiri, jauh dari perkampungan, karena ia sudah lama di usir.
Orang tersebut menguasai dunia ilmu hitam, dan semua orang membencinya. Saat berdiri di muka pintu, Ujang memberi salam. Dari dalam keluar nenek tua berbadan kurus yang di ketahui dengan sebutan nenek Siti.
“Masuklah!” kata nenek Siti mempersilahkan Ujang masuk. “Aku mengerti kamu telah di tinggalkan adik tercintamu. Kamu pasti penasaran siapa yang telah melakukan perbuatan biadab itu, dan ingin menuntut balas, bukan?” terka nenek Siti, seakan-akan nenek Siti dapat mengetahui maksud kedatangan Ujang.
Ujang terhentak ketika mengetahui kekuatan nek Siti. Betul kata orang kampung nek Siti bukanlah orang biasa. “Iya, nek, saya mau orang-orang laknat itu mati dengan tragis, seperti mereka menghabisi nyawa adik ku.”
Nek Siti menghela nafas berat. Sambil membuang nafasnya perlahan – lahan, nek Siti kembali membuka matanya.
“Nenek melihat adikmu di perkosa dan di bunuh oleh empat orang pemuda. Satu di antaranya pria tampan, dan tiga orang lagi sepertinya orang suruhan, tapi dalang dari semua ini ialah pria tampan itu.” Ucapnya dengan sorot mata merah melotot memandang Ujang.
Seluruh badan Ujang gemetar. Ia coba membayangkan dalam dirinya bagaimana penderitaan Nisa adik tersayangnya mencoba melawan biadab-biadab itu. Tanpa di rasakannya air matanya jatuh menetes. “Apa rencana mu? Mau di bunuh saja para pemerkosa dan pembunuh adikmu itu?” Tanya nek Siti sambil tertawa.
Buatnya, menghabisi nyawa orang seolah-olah kegiatan yang sangat menggembirakan. Ujang mengiyakan penuh amarah dan dendam. Untuknya tidak ada hal lain selain menuntut balas akan kematiaan Nisa adiknya. “Saya mau mereka semua mati, nek” cetusnya penuh dendam.
Malam itu tepatnya malam jumat kliwon, setelah terjadi perjanjian rahasia antara Ujang dengan nenek Siti. Mereka berdua pergi meninggalkan gubuk nenek Siti di tengah pesisir pantai itu. Keduanya melangkah menjelajahi kegelapan malam.
Lokasi yang di tuju adalah tempat tanah pemakaman umum. Bulan yang cantik mengumpat di balik awan. Langit terlihat gelap tanpa di temani bintang. Dan, malam yang sunyi itu, tidak ada satu pun orang yang mengetahui apa yang akan di kerjakan nenek Siti dan Ujang di tempat yang terkesan angker itu.
Lolongan serigala di kejauhan yang sepertinya memberi sambutan selamat datang untuk mereka di tempat pemakaman umum itu. Gundukan tanah di mana Nisa di makamkan masih terlihat merah dan basah.
Nisan yang mengukir namanya masih tampak jelas. Bunga segar yang menyelimuti tanah merah itu masih mengeluarkan aroma yang wangi. Tubuh Ujang terasa gemetar. Ia bersujud di depan pusara Nisa seakan tak bisa membendung tangisannya ia menangis sejadi-jadinya.
“Hentikan tangisan mu dulu, Ujang! Kita masih ada kegiatan yang perlu di lakukan!” ucap nenek Siti. Matanya yang melotot dingin melihat nisan Nisa yang diam. Di dalam kegelapan malam nenek Siti memandang Ujang.
“Kamu kesinikan tangan kirimu, buruan Ujang!” tuturnya. “Untuk apa, nek saya harus memberikan tangan kiri saya?” pikir Ujang bingung. Maka saat itu “Crassss..” Nenek Siti menggigit jempol Ujang dengan giginya. Ujang terkejut sesaat. Dan darah kental menetes dari jempolnya yang luka.
“Apa yang nenek lakukan?” Nenek Siti menekan jempol Ujang supaya darah kental itu mengalir dan menetes menyirami makam Nisa. “Aduh. sakit, nek.” Kata Ujang meringis dan menahan sakit. “Rasa sakit yang kamu rasakan sama sekali tidak sebanding yang adikmu alami dan rasakan. Paham” gertak nenek Siti.
Ujang tidak menyadari ayat yasin sedang bergema di rumahnya melantunkan doa untuk Nisa yang sudah berada di surga tapi di malam jumat kliwon ini ia dan seorang nenek yang menganut aliran sesat sedang melakukan ritual untuk menuntut balas.
“Hanya karena ingin menuntut balas aku mau melakukan jalan sesat ini.” Sambil terus menekan jempol Ujang, nenek Siti membaca mantra. Lalu keanehan terjadi dan membuat Ujang takut serta bingung. “Mengapa, nek tetesan darah yang menetes ke kubur adikku mengeluarkan asap?” Nenek Siti tertawa. Suara tawanya terdengar begitu sangat menyeramkan.
“Ayo, mari pulang! Biarkan adikmu sendiri yang menuntaskan dendamnya pada pembunuh dan pemerkosanya yang laknat itu.” Ucapnya sesaat, menarik tangan Ujang yang masih terdiam di depan nisan Nisa.
Angin bertiup sangat kencang menggoyangkan pohon. Dedaunan pun terlihat berguguran. Petir bergema rintik demi rintik hujan mulai turun dan dalam waktu dingkat sudah membasahi bumi dan makam Nisa. Kekuatan gaib sudah menguasai makam Nisa. Ujang masih terpana di depan makam. Padahal ia sadar angin semakin kencang dan hujan semakin deras membasahi tubuhnya dan nenek Siti.
Matanya nanar menatap gundukan tanah merah kuburan yang mulai basah. Kuburan beranjak turun naik seakan ada yang mendorong dari dalam. “Lekas, Ujang! Jangan kamu tengok lagi makam adikmu. Biarkan Nisa yang menuntut balas akan kematiannya itu.” Kata nenek Siti.
Dan suara serigala terdengar melolong lagi. Menambah suasana mistis di malam keramat itu. Nenek Siti menarik paksa lengan Ujang. Tapi Ujang tetap nekat bertahan. “Lekas Ujang! Kita musti kabur! Rohnya sangat ganas dan tidak mungkin di hentikan!”
“Apa yang nenek lakukan terhadap Nisa?” kata Ujang bingung. Nenek Siti kelihatan marah. “Sudah aku bilang, Nisalah yang akan menyelesaikan dendamnya. Kalau kita tidak segera kabur kita akan menjadi korbannya juga”
Dan mereka pun pulang, setelah beberapa hari kini kisah misteri balas dendam pun dimulai. Saat itu Lucky habis mengantarkan mayat korban kecelakaan ke rumah duka di daerah jakarta selatan.
Karena merasa lelah iya sengaja memarkirkan Ambulancenya di pinggir jalan yang agak sepi. Dan hanya dalam waktu sebentar ia sudah tertidur lelap. Baru setengah jam tertidur ia terbangun tubuhnya penuh keringat. Ia mengalami mimpi buruk tubuhnya yang kaku seperti mayat di kerubungi banyak lalat dan belatung.
“Pertanda apa ini?” Matanya melihat jam di tangannya tepat pada jam 12:00 malam. Ia beranjak turun berharap warung kopi di seberangnya masih buka. Udara malam terasa sangat dingin dan membuat Lucky semakin ngantuk.
Tiba-tiba. Angin bertiup semakin kencang dan Lucky kedinginan. “Sial, tutup lagi.” Pekiknya kesal. “Hah” katanya. Lucky terkejut melihat pintu belakang ambulance dalam keadaan terbuka. Ia bergegas mau menutupnya. Tapi suara wanita yang lembut membatalkan niatnya. “Sendirian aja, bang?”
Lucky menoleh ke belakang dan melihat sosok penampakan yang mengerikan dan amat menyeramkan. Balutan kain kafan menutupi tubuh penampakan itu. Rambutnya panjang sepinggang dan seluruh tubuhnya di kumuri darah dan nanah yang berbau busuk. Penampakan itu menghampirinya.
“Ja.. ja.. jangan …!” Lucky berteriak ketakutan. Ia menjauh tapi tangan yang berkuku panjang itu dengan cepat menangkapnya dan membawanya ke hadapannya. Tangan-tangan itu menusuk jantung Lucky seakan-akan ia tahu itulah pusat yang membuat Lucky hidup. Lucky tewas tanpa mengeluarkan suara.
Sejak peristiwa itu, roh Nisa terus bergentayangan menemani kesunyian malam setelah seratus hari kematiannya. Ia menemui orang-orang yang sayang kepadanya. Saat menemui Adik dan kakaknya mereka langsung tidak sadarkan diri.
Penampakannya sangat menyeramkan. Wajahnya yang cantik dan selalu ceria kini pucat dan tatapan matanya yang dulu berbinar kini tampak sendu. Tubuhnya pun masih berbalut kain kafan putih yang penuh lumpur.
Warga di sana sangat ketakutan. Setiap malam jumat mayat yang di hidupkan untuk membalas dendam itu menemui keluarga dan sahabatnya. Menurut penglihatan beberapa warga yang secara tidak sengaja melihatnya.
Roh perawan itu selalu menangis sambil terbang keliling kampung. Ada juga para nelayan yang mendengar rintihan dan lolongan minta tolong saat mereka mau mengikat perahunya di tempat mayat Nisa di temukan. Tapi tak ada satu pun yang berani menolong mereka hanya mampu mendengar setelah itu lari terbirit-birit.
Sekalipun Nisa sudah menuntut balas tapi mayatnya masih tetap berkeliaran di malam yang sunyi. Ia seolah-olah masih belum bisa menerima wafatnya yang menjemputnya tiba-tiba di saat ia masih ingin mewujudkan semua impian mulianya untuk menjadi seorang perawat.
Tapi aku merasa yang paling harus di salahkan atas keganjilan ini adalah nenek Siti yang sekarang entah ada dimana. Setelah satu tahun roh gadis cantik ini menghilang. Tapi hingga kini kejadian menggenaskan itu masih melekat di hati penjaga makam yang menceritakan kisah ini padaku.
Kejadian naas itu telah berlalu 24 tahun. Dan sekarang kuburan Nisa tidak terawat lagi. Kedua kakaknya telah lama meninggal, sementara familynya yang lain sudah pindah entah kemana.
Labels:
kisah
TERIMA KASIH SUDI BACA Kerana Terlalu Cantik Dan Sering Menolak Lamaran Gadis Dikendurikan 4 Lelaki Secara Kejam Hingga Mati . TOLONG SHARE...!